Permasalahan Kasus Dugaan Korupsi PT. ABS Diduga Lakukan Ilegal Mining.

Blog52 Dilihat

 

Palembang, Fakta news. com 

Sidang lanjutan dugaan korupsi pengelolaan pertambangan batu bara di lahan PT Bukit Asam (PT BA) pada periode 2010 – 2014,

Sidang lanjutan tersebut dipimpin oleh ketua majelis Hakim Fauzi Isra SH, MH, serta dihadiri oleh jaksa penuntut umum (JPU ) kejaksaan tinggi Sumsel.

Dalam sidang kali ini menghadirkan 2 saksi ahli , Prof. Dr. H. Joni Emirzon, S.H., M.Hum., FCBarb., FIIArb., Guru Besar Hukum Keperdataan kekhususan Hukum Dagang/Bisnis Professor Dr.Saut P. Panjaitan, S.H., M.H., Dosen Hukum Keuangan Negara

Dikesaksiannya para ahli membeberkan tentang pasal – pasal yang menyangkut kerusakan lingkungan karena disebabkan oleh adanya penambangan batu bara seperti halnya yang terjadi dalam kasus tersebut.

Sidang yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Klas IA Palembang itu menghadirkan 4 orang terdakwa dari pihak PT ABS Budiman mantan direktur PT ABS, Endre Syaifoel, Direktur utama PT ABS dan Gusnadi.

Dipersidangan lalu telah dibahas bahwasanya Perkara korupsi PT ABS diduga telah menimbulkan kerusakan lingkungan hidup dan kerugian Negara atau kerugian Perekonomian Negara pada tahun 2010 – 2024.

Berdasarkan hasil Audit Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) RI disebutkan perkara tersebut menimbulkan kerugian Negara sebesar Rp. 488.948.696.131,56 atau hampir Rp489 miliar. dan pada sidang lanjutan ini para ahlipun juga membahas dasar dasar apa saja yang menyebabkan terjadinya kerugian negara serta penyampaian dari para ahli tentang undang undang Tipikor pasal 2 dan 3. yang bisa dijabarkan secara luas terkait permasalahan proyek dan dua  titik koordinat,

Dalam kesempatan tersebut  setelah usai persidangan kuasa hukum dari Endree Syaifoel, terdakwa dari PT ABS, Eko Prayitno, SH.MH, mengungkapkan kepada awak media bahwasanya, “KLIEN Kami sebagai pihak swasta telah menjalankan perizinan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan, sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya Namun, dalam prosesnya, muncul permasalahan terkait kerugian akibat titikkordinat yang dianggap koridor, di mana ditemukan adanya dugaan pemalsuan pada lampiran IUP” ujar Eko Prayitno, S.H., M.H.

Permasalahan yang kita bahas ini berfokus pada dua titik koordinat, yakni dugaan pemalsuan yang harus dibuktikan secara pidana terlebih dahulu sebelum dapat ditindaklanjuti ke proses lainnya yang disampaikan saksi ahli kami pada hari ini. Jika dalam proses tersebut ditemukan adanya kerugian negara, maka atau kasus ini bisa dikategorikan lebih sebagai illegal mining. Kami menilai bahwa perkara ini lebih mengarah ke ranah tersebut, terutama karena PT ABS diduga memperluas wilayah di luar yang dianggap koridor dan wilayah PT BA yang pada faktanya telah PT ABS bebaskan sebelumnya Oleh PT ABS,” ungkap Eko Prayitno, S.H., M.H.

Dan bagaimana yang telah disampaikan oleh saksi ahli, baik dari koperasi, akademisi, maupun ahli perusahaan, bahwa penanggung jawab utama dalam suatu perusahaan, termasuk seluruh transaksi dan keputusan bisnis, adalah Direktur Utama. Sementara itu, kami tegaskan kembali bahwa pada saat peristiwa atau eksplorasi yang dimaksud terjadi, klien kami, Endre Saiful, menjabat sebagai Komisaris, bukan Direktur Utama,” tegas Eko Prayitno, S.H., M.H.

Berdasarkan keterangan saksi, kami bisa berpandangan bahwa perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh PT ABS adalah ilegal mining. Permasalahan ditemukannya 2 lampiran titik kordinat dalam IUP tertentu justru merupakan bagian dari dugaan kesalahan administrasi dari pemerintahan daerah itu sendiri, mengingat Bupati yang mengeluarkan kebijakan tersebut. Sebagai pihak swasta, atas titik koordinat yang sebelumnya dipermasalahkan. Namun, permasalahan ini telah berkembang yang mana kami PT ABS tidak memiliki kewenangan untuk terkait hal tersebut,” ujar Eko Prayitno S.H., M.H.

PT ABS telah sesuai dengan SOP dan peraturan yang berlaku. Terkait dakwaan terhadap Endree Syaifoel kurang tepat, dalam perkara ini dikenakan Pasal 2 dan Pasal 3, serta dikaitkan dengan Pasal 4, Pasal 55, dan Pasal 56 KUHP. Namun, dari sudut pandang kami, tujuan utama dalam membuktikan keadilan adalah memastikan bahwa kegiatan yang tergolong sebagai ilegal mining atau benar-benar melibatkan aktivitas penambangan di lahan milik pribadi, bukan di atas tanah milik negara, sebagaimana yang seharusnya menjadi perhatian utama pemerintah,” tutup Eko Prayitno, SH.,

(jovi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *